Ketika Bersua dengan Burung Surga di Amerika 2019

Ketika Bersua dengan Burung Surga di Amerika

Image source: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNhHnoJfuz-CNacU4z90f3qrn5UvnspdMh646uw7ddQRWwiQWo7rX6XzcfOPQOswO0qyKAj6JXcpm-7WIfPdd4Xxs6KXxFwPlb2_iWvpCL-9j2a2RqlUCFXvhKJz-3kLDwdCcYr_bi2jA/w1200-h630-p-k-nu/merak01.jpg

Ketika Bersua menggunakan Burung Surga kepada Amerika
Kurang lebih 2 bulan yg kemudian mengunjungi kota ini, tepatnya lepas 24 - 26 Desember2019. Bukan sebuah kebetulan ataupun tidak direncanakan buat mengunjungi kota tadi. Bermodalkan output pengetatan ikat pinggang menjadi anak kos pada negeri orang, akhirnya kota ini sanggup dituju. Untuk menempuh kota Dallas menurut loka studi, terhitung 2 kali penerbangan & 1 kali bepergian kereta.  Dengan rute penerbangan Huntington (West Virginia) Charlotte (North Carolina) Dallas (Texas) kurang lebih tiga,5 jam ,  plus 30 mnt perjalanan darat dengan armada terintegrasi bernama DART (Dallas Area Rapid Transit), dari bandara Dallas Forth Worth ke pusat kota Dallas.
Mengunjungi Perot Museum Science and Nature merupakan misi primer ke kota ini. Selama tanggal 08 oktober2019 hingga 08 januari2019, museum ini menggelar keliru satu eksibisi utamanya berjudul Birds of Paradise (BoP) . Dengan membaca judulnya, ingatan pembaca yg budiman tentunya akan tertuju pada keliru satu satwa endemik yang berada kepada pulau New Guinea (termasuk provinsi Papua & Papua Barat) & pulau-pulau satelitnya, & bagian utara Australia timur. Pameran burung cenderawasih inilah yang menarik minat aku buat datang ke kota Dallas. Perjumpaan menggunakan burung ini pernah sekali dialami, meski tidak pada alam bebas, melainkan kepada sebuah Taman Burung & Taman Anggrek kepada Kota Biak (hampir satu dasawarsa kemudian).
Pembukaan pameran yg diselenggarakan Perot Museum of Nature and Science kepada kota Dallas, turut dihadiri juga sang pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) kepada Houston, Texas, & dimeriahkan oleh tarian tradisional menurut Papua, yg menampilkan tarian bertema burung cenderawasih.
Pameran burung cenderawasih sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2012, bersamaan dengan peluncuran kitab hasil penelitian Tim Laman & Edwin Scholes pada National Geographic Museum, kepada kota Washington, DC. Selanjutnya, pameran dilaksanakan melalui tur keliling museum-museum yg berada kepada kota-kota akbar pada Amerika Serikat. Dengan demikian sampai ketika ini, pameran BoP kepada Amerika Serikat telah memasuki tahun ke-4.
Tim Laman & Edwin Scholes
Adalah hasil penelitian yg menghabiskan saat selama kurang lebih satu windu (8 tahun red) 2 orang peneliti bernama Tim Laman & Edwin Scholes. Tim Laman adalah seseorang fotografer senior buat kehidupan satwa liar & alam bebas, sekaligus associate researcher pada Universitas Harvard. Karyanya kerap kali terpilih menjadi sampul depan & fitur produk National Geographic.baginya, fotografi adalah wahana buat menjembatani gosip-gosip perlindungan satwa liar. Laman sangat akrab dengan kondisi hutan tropis kepada Indonesia sejak tahun 1987, sang istri Cheryl Knott, pun setali tiga uang menggunakan profesi Laman, yg tidak lain merupakan seseorang primatologis (pakar  primata) sekaligus professor pada Universitas Boston.sedangkan Edwin Scholes merupakan seorang ornithologist (ahli ilmu ihwal satwa burung) yang ketika ini bekerja buat laboratorium ornitologi, Universitas Cornell, New York. Sebagai co-founder Tim Laman kepada Birds-of-Paradise Project, penelitian intensif wacana burung cenderawasih ini menghantarkan Scholes meraih gelar doktor kepada bidang Ecology in Evolutionary Biology kepada Universitas Kansas kepada tahun 2006.
Menariknya, penelitian Laman & Scholes terinspirasi menurut catatan perjalanan seorang naturalis ternama asal Inggris, bernama Alfred Russel Wallace. Melalui bukunya berjudul The Malay Archipelago, Wallace menemukan spesies burung eksotis yang belum pernah dijumpai selama petualangannya menjelajah beberapa benua. Perjumpaan dengan penduduk local kepada kurang lebih kepulauan Aru, memotivasi Wallace buat mengusut burung cenderawasih tersebut sampai ke pulau New Guinea.
Tertantang buat menemukan hal yg sama, Laman & Scholes mengawali bepergian dengan menapak tilasi jalur perjalanan Wallace 189 tahun yang lalu. Penelitian Laman & Scholes menandai hampir lima abad setelah ekspedisi terakhir kapal Magellan yang membawa rempah-rempah menurut Maluku, termasuk membawa spesimen burung cenderawasih, yg diperkenalkan pertama kali ke bangsa Eropa.
Hasil penelitian 8 tahun Laman & Scholes mencatat 39 spesies dari 15 marga suku Paradiseidae.  Dokumentasi berupa tulisan, audio video, & gambar, menjadi capaian krusial & komperehensif akan satwa tadi, baik jumlah spesies yang terdata juga konduite kawin (ritual courtship), yang selama ini belum terdokumentasikan secara maksimal .
Tampilan ruang pameran
Secara garis akbar, pengunjung yg memasuki ruang pameran,akan disuguhkan dengan beberapa kompartemen tidak sinkron, tetapi terhubung satu sama lain antara lain, ruang fotografi, ruang spesimen, ruang perlindungan, ruang layar lebar & ruang interaktif. Setiap ruangan kepada gampang jua kepada akses pengunjung yg memakai kursi roda (wheel chair).
Ketika pertama kali pengunjung memasuki tempat pameran, suasana ruangan direkayasa menyerupai hutan hujan tropis, loka burung cenderawasih berada. Layar yg pertama kali dijumpai, berisi klip pengantar berdasarkan kedua peneliti yang mengungkapkan sekilas perihal penelitian mereka.
Di ruang berikutnya, para pengunjung bisa merasakan bagaimana berada pada ruang pengintaian, yang terbuat berdasarkan dedaunan, & dilengkapi menggunakan alat-alat buat mendokumentasikan konduite burung cenderawasih.
Memasuki ruang berukuran kurang lebih 5 x tiga meter, terpampang beberapa foto terbaik hasil bidikan Tim Laman selama 8 tahun penelitiannya, 
2 buah figura besar berbahan kaca, menghiasi pintu masuk ruang pertunjukkan. Figura- figura tersebut berisi sebagian alat-alat yang dipergunakan sang Laman & Scholes selama penelitian, antara lain kamera, sepatu & kitab catatan tangan & buku identifikasi spesies cenderawasih.
Tayangan berdurasi sekitar 12 mnt kepada ruang pertunjukkan, menampilkan perjalanan Laman & Scholes, hingga bisnis mereka mengabadikan jenis-jenis burung cenderawasih, termasuk perilaku uniknya dikala menentukan pasangan.
Menuju ruang spesimen / The Victorian study, sanggup ditemukan awetan beberapa spesies burung cenderawasih yang merupakan koleksi berdasarkan beberapa museum & universitas kepada Amerika Serikat. Termasuk diantaranya sebuah topi (sempat sebagai ekspresi mayoritas fashion kepada London, Paris & New York kurun saat 1905 - 1920) yang berhiaskan cenderawasih awetan & mahkota galat satu suku pada New Guinea.
Memasuki ruang berikutnya, yakni ruang proteksi, beberapa item dipajang didalam kotak berbahan acrylic glass, diantaranya seragam yang dipergunakan oleh polisi  pada negara tetangga Papua New Guinea (PNG), termasuk pernak-pernik bertemakan burung cenderawasih. Di ruangan ini, terpajang galat satu bidikan Laman yang mengabadikan seorang masyarakat lokal dengan burung cenderawasih awetan. Sebuah gambar ihwal kerusakan hutan, menyiratkan pesan bahwa laju pengurangan burung cenderawasih pada habitatnya, pun terjadi imbas pembukaan huma.
Ruang interaktif menarik perhatian para pengunjung, terutama mereka yang membawa anak-anak. Ruang ini secara nir eksklusif berfungsi sebagai sarana edukasi bagi pengunjung terutama anak-anak. Sebuah layar akbar dengan arena loka menari, menjadi loka yg paling diminati anak-anak. Simulasi dalam bentuk permainan ini, dirancang untuk merekonstruksikan  tarian cenderawasih jantan dikala memikat betinanya. 
Permainan lainnya yakni layar sentuh berupa simulasi pohon evolusi dari burung cenderawasih.
TIdak jauh menurut ruang interaktif, sebuah replika burung cenderawasih berbahan logam, sanggup digerakkan menggunakan cara menekan tombol yg disediakan. Tidak kalah menarik juga, masih ada sebuah papan yg menampilkan 15 tombol (masing-masing dilengkapi gambar marga/genus cenderawasih) buat membantu pengunjung mengenali 15 genus tadi sesuai kicauannya.
Bagi pengunjung yg ingin mengusut lebih lanjut tentang burung cenderawasih, pihak museum menyediakan buku & pernak-pernik bertema burung cenderawasih kepada area shopping center, yg tak  jauh dari pintu masuk museum.

Related

Untuk menerima hasil maksimal selama 8 tahun penelitian, Scholes & Laman telah mendokumentasikan sebesar 2.256 (2 ribu dua ratus lima puluh enam) rekaman audio video, 39.568 (tiga puluh sembilan ribu lima ratus enam puluh delapan) bidikan kamera & menghabiskan saat kepada ruang pengintaian selama 2006 (2 ribu enam) jam. Sebuah pengorbanan yg sangat mahal buat kemajuan ilmu pengetahuan.
Namun sangat disayangkan, pengorbanan Laman & Scholes bertolak belakang menggunakan eksistensi cenderawasih kepada tempat asli aslinya yakni Papua. Tidak sporadis kita mendengar penyelundupan satwa ini pada jumlah akbar, & kurangnya pencerahan generasi belia buat menjaganya, alih-alih malah ikut andil pada perburuan satwa tadi.
Semoga goresan pena ini sanggup menggugah pencerahan kita akan keanekaragaman biologi Indonesia yang tak ternilai harganya. Sudah seharusnya menjadi tanggung jawab menggunakan buat melindungi khazanah kekayaan bangsa kita.
Sekedar berita, pameran Birds of Paradise tahun ini sedianya masih berlanjut kepada Fort Lauderdale, Florida (27 Mei lima September2019). Jika anda kebetulan berada pada kota tadi, mengapa tidak menyempatkan diri mengunjunginya.
When seen in this attitude, the Birds of Paradise really deserves its name and must be ranked as one of the most beautiful and wonderful of living things."
Alfred Russel Wallace, 1869
Salam Hijau
Huntington, West Virginia, 06 Maret2019
(bersambung ke bagian dua)

Related Posts

0 Response to "Ketika Bersua dengan Burung Surga di Amerika 2019"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel