SAMPAIKAN KISAH INI PADA SUAMISUAMI YANG PENGANGGURAN SUAMI BACA INI
June 08, 2016
Add Comment
Fulan, bukan nama sebenarnya, adalah seseorang karyawan pada perusahan percetakan di daerah Yogyakarta. Gajinya jauh berdasarkan makna cukup jika takarannya jumlah. Tetapi, dia nir memiliki banyak pilihan buat berpindah kerja, mengingat ijazah formalnya yang hanya setingkat sekolah menengah atas.
Kebutuhannya semakin banyak saat beliau memutuskan buat menikah. Awal-awal pernikahan, keduanya relatif menggunakan jumlah penghasilan yg sedikit. Tapi kondisi benar-benar tidak selaras sehabis lahir anak pertama. Pengeluaran makin tidak sanggup terbendung sampai anak ketiganya lahir.
Beruntungnya, dia mendapatkan dukungan penuh dari istrinya. Seorang perempuan shalihah yg percaya penuh menggunakan kepemimpinan suaminya. Hingga dalam sebuah musyawarah penuh hangat nan romantis, keduanya putusan bulat buat membuka warung makan angkringan menggunakan tagline halalan thayyiban.
Sang istri mempersiapkan segalanya di siang hari sembari menunggu suaminya pulang bekerja. Setelah sampai rumah, sang suami segera mempersiapkan barang dagangan yg digelar tak jauh dari tempat tinggal mereka.
Diriwayatkan menurut sumber yang terpercaya, hasil berjualan ini pada luar dugaan. Melimpah. Insya Allah berkah. “Jumlahnya 3 kali lipat bila dibanding honor pada perusahaan loka bekerja.”
Para suami hendaknya mengakibatkan kisah nyata ini menjadi rujukan. Mulailah menggunakan mengubah paradigma bahwa bekerja adalah salah satu ibadah. Hukumnya harus buat memenuhi nafkah bagi istri dan anak-anak. Di tahap ini, urusan seseorang laki-laki hanya berusaha sebagai wujud ibadah. Tak lebih dari itu.
Selanjutnya, tanamkan pada pada nurani, jangan hingga merasa memenuhi kebutuhan istri dan anak-anak atau memberi makan pada mereka. Sebab hakikatnya, Allah Ta’ala yang mengklaim rezeki bagi semua hamba-Nya. Manusia hanya dijadikan perantara dan itu nir harus berdasarkan orang terdekat.
Setelah bekerja, kewajiban telah ditunaikan. Barulah berpikir tentang kualitas ibadah yang seharusnya, supaya ibadah kita diterima serta memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari.
Jika pemahaman tauhid seperti ini telah terbentuk, output tak pernah menjadi permasalahan. Sebab manusia nir punya wilayah dalam menentukan hasil. Hasil adalah kekuasaan Allah Ta’ala. Dia berkehendak buat memberikan pada siapa yg dikehendaki serta Berkehendak juga buat menunda dari siapa yg dikehendaki.
Maka pada siapa pun yang merasa laki-laki , apalagi sudah mengambil amanah menjadi suami, jangan bermalas diri. Bergegaslah menyambut karunia Allah Ta’ala yang lebih luas menurut langit bumi dan apa yg ada di antara keduanya.
Kebutuhannya semakin banyak saat beliau memutuskan buat menikah. Awal-awal pernikahan, keduanya relatif menggunakan jumlah penghasilan yg sedikit. Tapi kondisi benar-benar tidak selaras sehabis lahir anak pertama. Pengeluaran makin tidak sanggup terbendung sampai anak ketiganya lahir.
Beruntungnya, dia mendapatkan dukungan penuh dari istrinya. Seorang perempuan shalihah yg percaya penuh menggunakan kepemimpinan suaminya. Hingga dalam sebuah musyawarah penuh hangat nan romantis, keduanya putusan bulat buat membuka warung makan angkringan menggunakan tagline halalan thayyiban.
Diriwayatkan menurut sumber yang terpercaya, hasil berjualan ini pada luar dugaan. Melimpah. Insya Allah berkah. “Jumlahnya 3 kali lipat bila dibanding honor pada perusahaan loka bekerja.”
Para suami hendaknya mengakibatkan kisah nyata ini menjadi rujukan. Mulailah menggunakan mengubah paradigma bahwa bekerja adalah salah satu ibadah. Hukumnya harus buat memenuhi nafkah bagi istri dan anak-anak. Di tahap ini, urusan seseorang laki-laki hanya berusaha sebagai wujud ibadah. Tak lebih dari itu.
Selanjutnya, tanamkan pada pada nurani, jangan hingga merasa memenuhi kebutuhan istri dan anak-anak atau memberi makan pada mereka. Sebab hakikatnya, Allah Ta’ala yang mengklaim rezeki bagi semua hamba-Nya. Manusia hanya dijadikan perantara dan itu nir harus berdasarkan orang terdekat.
Setelah bekerja, kewajiban telah ditunaikan. Barulah berpikir tentang kualitas ibadah yang seharusnya, supaya ibadah kita diterima serta memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari.
Jika pemahaman tauhid seperti ini telah terbentuk, output tak pernah menjadi permasalahan. Sebab manusia nir punya wilayah dalam menentukan hasil. Hasil adalah kekuasaan Allah Ta’ala. Dia berkehendak buat memberikan pada siapa yg dikehendaki serta Berkehendak juga buat menunda dari siapa yg dikehendaki.
Maka pada siapa pun yang merasa laki-laki , apalagi sudah mengambil amanah menjadi suami, jangan bermalas diri. Bergegaslah menyambut karunia Allah Ta’ala yang lebih luas menurut langit bumi dan apa yg ada di antara keduanya.
0 Response to "SAMPAIKAN KISAH INI PADA SUAMISUAMI YANG PENGANGGURAN SUAMI BACA INI"
Post a Comment