KISAH BURUNG IMPOR DAN HILANGNYA BURUNG LOKAL

Beberapa tahun yang lalu tepatnya kurang lebih tahun 1990-an hingga akhir tahun 2002, Indonesia diramaikan oleh kehadiran burung-burung impor yang jumlahnya cukup poly, bahkan mendominasi pasar-pasar burung di hampir semua Indonesia.

Burung-burung seperti Hwamei atau wambi, poksay hongkong, poksay jambul, poksay kacamata, jalak hongkong, robin, pancawarna, samho, pekling, sanma, serta sebagainya sebagai burung yang bisa ditemukan menggunakan gampang pada pasar-pasar burung dengan harga yang terjangkau buat saat itu.
Burung lokal seperti pleci, ciblek, burung madu, gelatik wingko, dan lain sebagainya bahkan nyaris nir ada harganya sama sekali ketika, bahkan kehadiran burung-burung tadi di kebun-kebun serta pekarangan tempat tinggal sama sekali nir terusik.
Keadaan ini berbanding terbalik menggunakan kondisi saat ini semenjak burung-burung impor sulit didapatkan karena mewabahnya virus flu burung. Penggemar burung sekarang memilih alternatif lain sebagai burung peliharaan, yaitu burung-burung kebun seperti ciblek, pleci, gelatik wingko, dsb. Akibatnya banyak perburuan liar terhadap spesies burung-burung liar itu buat tujuan diperdagangkan, serta hal itu berpengaruh terhadap populasi beberapa spesies burung di alam liar serta pula terganggunya ekuilibrium alam (coba hitung berapa banyak perkara serbuan ulat-ulat bulu pada beberapa derah).
Sebagai seseorang penghobi burung yang mau peduli menggunakan lingkungan, kita tentu akan menghindari buat membeli burung-burung bakalan output tangkapan hutan sebagai bentuk tindak jera bagi para pemburu. Toh pada pasar burung masih poly jenis-jenis burung yg sudah jadi, mapan dan rajin berbunyi.
Selain itu silakan hitung berapa banyak burung bakalan yg meninggal hanya karena kita tidak sanggup merawatnya, serta sayangnya hal itu bisa berlangsung hingga beberapa kali. Padahal jika kita tinggal pada negara tetangga sana, terdapat peraturan yang menegaskan bila seorang pemilik burung tidak sanggup merawat burung peliharaannya dengan baik (dua - 3 kali burung peliharaannya tewas) maka lisensi mereka buat memelihara burung akan dicabut serta mereka tidak diizinkan lagi buat memelihara burung atau hewan peliharaan lainnya. Ya, bila saja peraturan itu diterapkan di sini, mungkin sedikit bisa membantu peningkatan jumlah populasi burung pada alam liar.
Bagaimanapun itu urusan pemerintah, lantaran kita nir mampu memaksa orang buat berhenti melakukan hal yang nir kita inginkan. Mending sekarang kita bernostalgia dengan bunyi-bunyi kicauan menurut burung-burung impor yg pernah popular pada tempo dulu. Oke, selamat mendownload .
  1. Suara kicauan burung poksay hongkong
    DOWNLOAD 
  2. Suara kicauan burung hwamei
    DOWNLOAD
  3. Suara kicauan burung poksay jambul
    DOWNLOAD 
  4. Suara kicauan burung robin
    DOWNLOAD
  5. Suara kicauan burung pancawarna
    DOWNLOAD
  6. Suara kicauan burung jalak hongkong
    DOWNLOAD
  7. Suara kicauan burung samho
    DOWNLOAD

Semoga manfaat dan salam kicau!

0 Response to "KISAH BURUNG IMPOR DAN HILANGNYA BURUNG LOKAL"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel