INILAH REAKSI UMAR BIN KHATAB WAKTU RAKYATNYA MASAK BATU KARENA MISKIN
April 18, 2016
Add Comment
Ia berharap cara ini bisa menyenangkan anak-anaknya yang kelaparan lantaran mengira Ibunya tengah memasak sesuatu. Sungguh potret sisi lain kehidupan yang sangat menyayat hati. Beruntung terdapat pihak kepolisian setempat yg terenyuh dan segera membantu famili Iyah.
Ternyata kondisi seperti ini telah pernah terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab. Sebagai pemimpin dalam kala itu, Umar sangat terpukul melihat rakyatnya menderita kelaparan, bahkan Ia sampai menghukum dirinya sendiri lantaran takut menerima sanksi menurut Allah pada akhirat kelak. Apa yg dilakukan Umar? Berikut ulasannya.
Pada suatu ketika itu wiilayah yang dipimpin Umar mengalami peceklik panjang yg dianggap dengan tahun Abu. Kondisi ini membuat pohon menjadi mengering, tanah tandus, serta hujan pun nir kunjung tiba sehingga tanah sebagai menghitam layaknya Abu.
Setiap hari Umar memerintahkan aparatnya buat menyembelih onta dan membagikannya pada rakyatnya. Hatinya semakin pedih saat melihat poly rakyatnya kelaparan. Ia bahkan sempat berdoa, “Ya Allah, jangan hingga umat Muhammad menemui kehancuran pada tangan ku.”
Pada masa itu Umar menabukan makan daging, minyak samin, serta susu buat perutnya sendiri. Hal ini dilakukan buat memastikan makanan tersebut diberikan kepada rakyatnya. Dan tahukah anda apa yang Ia makan? Umar hanya makan sedikit roti menggunakan minyak zaitun.
Namun perutnya kian bertambah panas serta berbunyi nyaring. Jika telah demikian, Ia menabuhkan perutnya dengan jemari dan mengatakan, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku mampu kenyang serta hayati dengan masuk akal.”
Pada suatu malam Umar mengadakan blusukan menggunakan sahabatnya yg bernama Aslam. Ia ingin mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir apabila terdapat hak-hak mereka yang belum ditunaikan sang aparat pemerintahannya.
Sampailah Ia di suatu perkampungan mini di daerah Madinah. Saat melakukan bepergian di kampung yang tandus tersebut, Umar menemukan tenda lusuh ditengah-tengah gurun tandus tersebut.
Dari dalam tenda Ia mendengar gadis mini menangis yg tidak berhenti. Saat akan mendekati tenda itu, Umar terkaget lantaran melihat seseorang perempuan dewasa sedang duduk diperapian. Wanita tadi terlihat mengaduk-campurkan dan kocok bejana di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul berdasarkan panci itu, sementara si bunda terus saja mengaduk-mixer isi panci menggunakan sebuah sendok kayu yang panjang.
“Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam.
Mendengar salam Umar, mak itu mendongakan ketua seraya menjawab salam Umar. Tapi sesudah itu, beliau pulang pada pekerjaannya mengaduk-aduk rata isi panci.
“Siapakah gerangan yg menangis di pada itu?” tanya Umar.
Dengan sedikit tak peduli, mak itu menjawab, “Anakku….”
“Apakah dia sakit?”
“Tidak,” jawab si mak lagi. “Ia kelaparan.”
Mendengar hal tersebut, Umar dan Aslam tertegun lama . Tetapi mereka nir banyak bicara dan tetap duduk pada depan kemah sampai lebih dari satu jam memastikan Ibu tersebut menaruh masakannya pada anaknya. Tetapi selama mereka disana gadis kecil pada pada tenda itu nir berhenti menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-campurkan dan kocok isi pancinya.
Karena begitu lama , Umar pun merasa nir habis pikir menggunakan tindakan yg dilakukan perempuan tersebut. Ia berpikir mengenai apa yang sedang dimasak sang bunda itu? Lantaran sudah begitu lama akan tetapi belum jua matang. Lantaran tidak tahan, akhirnya Umar berkata, “Apa yg sedang kau masak, hai Ibu? Kenapa nir matang-matang juga masakanmu itu?”
Ibu itu menoleh dan menjawab, “Hmmm, kau lihatlah sendiri!”
Umar serta Aslam segera menjenguk ke pada panci tadi. Alangkah kagetnya saat mereka melihat apa yg ada pada pada panci tadi. Sambil masih terbelalak tak percaya, Umar berteriak, “Apakah kau mengolah batu?”
Perempuan itu menjawab dengan menganggukkan kepala.
“Buat apa?”
Namun jawaban ini benar-benar membuat hati Umar tersayat-sayat dan sakit. Dengan bunyi lirih, wanita itu kembali bersuara menjawab pertanyaan Umar.
“Aku memasak batu-batu ini buat menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya telah terpenuhi belum. Lihatlah aku . Aku seseorang janda. Sejak berdasarkan pagi tersebut, aku serta anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan asa waktu ketika berbuka kami mendapat rejeki. Tetapi ternyata tidak. Sesudah magrib datang, kuliner belum ada jua. Anakku terpaksa tidur menggunakan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu mini , memasukkannya ke dalam panci serta kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak buat membohongi anakku, menggunakan harapan beliau akan tertidur lelap hingga pagi. Ternyata nir. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar dia bangun serta menangis minta makan.”
Ibu itu membisu sejenak. Kemudian dia melanjutkan, “Tetapi apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab nir pantas jadi pemimpin. Ia tidak sanggup menjamin kebutuhan rakyatnya.”
Perkataan tadi menciptakan Aslam ingin menegur wanita itu. Ia ingin menjelaskan bahwa wanita ini nir pantas menjelek-jelekan Umar sementara Umar kini sedang berada di hadapannya.
Karena Umar bin Khattab terlihat keletihan, Aslam mengungkapkan, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku aku yang memikul karung itu….”
Dengan paras merah padam, Umar menjawab sebat, “Aslam, jangan jerumuskan saya ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban pada pundakku ini di hari pembalasan kelak?”
Jawaban ini membuat Aslam tertunduk. Ia masih berdiri mematung, ketika tersuruk-suruk Khalifah Umar bin Khattab berjuang memikul karung terigu itu.
Khalifah Umar segera mengajak famili miskin tadi makan sesudah masakannya matang. Melihat mereka bisa makan, hati Khalifah Umar terasa damai. Makanan habis dan Khalifah Umar berpamitan. Dia juga meminta perempuan tadi menemui Khalifah keesokan harinya.
"Berkatalah yang baik-baik. Besok temuilah Amirul Mukminin serta kau mampu temui saya pula pada sana. Insya Allah dia akan mencukupimu," kata Khalifah Umar.
Dan sahih, keesokannya perempuan tersebut menemui Amirul Mukminin. Ia begitu kaget melihat sosok Amirul Mukminin yang ternyata adalah orang yg sudah memasakkan kuliner buat dia serta anaknya.
"Aku mohon maaf. Aku sudah menyumpahi dengan kata-kata dzalim pada engkau . Aku siap dihukum," kata wanita itu.
"Ibu tidak bersalah, akulah yg bersalah. Aku berdosa membiarkan seseorang bunda dan anak kelaparan di wilayah kekuasaanku. Bagaimana saya mempertanggungjawabkan ini pada hadapan Allah? Maafkan saya, bunda," istilah Khalifah Umar.
Sejatinya seorang pemimpin harus dan wajib berempati kepada nasib rakyatnya. Bahkan seseorang pemimpin yg baik, wajib memastikan semua rakyatnya kenyang terlebih dahulu sebelum dia makan sesuatu.
Sumber: infoyunik.com
0 Response to "INILAH REAKSI UMAR BIN KHATAB WAKTU RAKYATNYA MASAK BATU KARENA MISKIN"
Post a Comment